Persediaan akhir barang dagang merupakan nilai stok barang yang masih tersisa di akhir periode akuntansi dan belum terjual. Nilai inilah yang nantinya akan dicatat sebagai aset lancar dalam laporan neraca.
Tak hanya itu, nilai akhir persediaan juga sangat mempengaruhi laporan laba rugi, karena digunakan dalam menghitung Harga Pokok Penjualan (HPP). Jika nilainya tidak dihitung secara tepat, bisa-bisa laporan keuangan Anda menunjukkan hasil yang menyesatkan.
Lalu, bagaimana cara mencari persediaan akhir ini? Apa rumusnya? Simak penjelasan lengkapnya berikut ini:
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, jika persediaan akhir adalah nilai stok barang yang masih tersisa di akhir periode dan belum terjual. Artinya, Artinya, nilai ini akan mempengaruhi langsung perhitungan laba rugi usaha.
Karena apa? Karena semakin besar nilai akhir persediaan, maka semakin kecil nilai beban HPP yang dibebankan, dan sebaliknya. Jika nilai akhir persediaan kecil, maka HPP akan terlihat lebih besar.
Hal ini terjadi karena rumus HPP mempertimbangkan total barang yang tersedia untuk dijual dikurangi nilai akhir persediaan. Maka dari itu, ketepatan dalam menghitung persediaan akhir menjadi kunci agar laporan laba rugi mencerminkan kondisi keuangan yang sebenarnya dan tidak menyesatkan pengambilan keputusan bisnis Anda.
BACA JUGA: Cara Menghitung Harga Pokok Produksi dan Contohnya
Untuk memudahkan proses perhitungan persediaan akhir ini, Anda bisa menggunakan satu rumus berikut yang paling umum digunakan, yakni:
Persediaan akhir = (Persediaan awal + pembelian bersih) – Harga Pokok Penjualan (HPP)
Rumus ini dikembangkan dari rumus dasar perhitungan hpp, yakni:
HPP = Persediaan Awal + Pembelian Bersih - Persediaan Akhir
Bagaimana jika nilai HPP-nya belum diketahui? Anda bisa mencari nilai HPP-nya terlebih dahulu dengan menggunakan rumus berikut ini:
HPP = Penjualan Bersih – Laba Kotor
Rumus di atas dapat Anda gunakan ketika Anda belum memiliki angka HPP secara langsung, tetapi sudah mengetahui nilai penjualan bersih dan laba kotor perusahaan dalam satu periode.
Setelah nilai HPP berhasil dihitung menggunakan rumus tersebut, barulah Anda bisa kembali menggunakan rumus awal untuk mencari nilai akhir persediaan. Bagaimana jika persediaan awalnya belum diketahui? Anda bisa baca artikel di bawah ini:
BACA JUGA: Rumus Persediaan Awal, Cara Hitung dan Contoh Soalnya
Di luar metode rumus langsung di atas, ada tiga metode lain yang umum digunakan di dunia bisnis dan akuntansi, terutama untuk perusahaan dagang dan manufaktur. Mari kita bahas satu per satu:
Cara mencari nilai akhir persediaan menggunakan metode laba kotor sering digunakan jika dak tersedia data HPP secara langsung, terutama saat laporan keuangan belum lengkap. Pendekatan ini berdasarkan persentase laba kotor dari penjualan.
Caranya bagaimana? Anda bisa melakukan 3 tahapan berikut:
Hingga di akhir kita akan mendapatkan rumus perhitungan persediaan akhir sebagai berikut:
Persediaan Akhir = Harga Pokok Barang yang Tersedia - HPP
Seperti namanya, metode ini paling sering digunakan untuk usaha ritel seperti minimarket yang menjual barang dalam jumlah banyak dan seringkali memiliki markup harga yang seragam untuk menentukan nilai nilai akhir persediaan mereka.
Ada 3 tahapan yang perlu dilakukan untuk menghitung persediaan akhir metode ini yakni:
Setelah itu, Anda bisa menggunakan rumus persediaan akhir metode retail berikut:
Persediaan Akhir = Harga Pokok Barang yang Tersedia – Biaya Penjualan
Terakhir ada metode work in process atau WIP, metode ini biasanya digunakan untuk menghitung persediaan akhir terutama pada perusahaan manufaktur yang memiliki barang dalam proses produksi. Cara ini memperhitungkan biaya bahan, tenaga kerja, dan overhead pabrik yang terlibat dalam proses produksi.
Caranya bagaimana? Anda bisa melakukan beberapa tahapan berikut:
Sehingga rumus yang bisa digunakan untuk menghitung persediaan akhir metode WIP adalah sebagai berikut:
Persediaan Akhir WIP = (Persediaan Awal WIP + Biaya Produksi) – HPP
“Bagaimana bisa menghitung HPP jika nilai persediaan akhir WIP belum diketahui, sementara kita justru ingin mencari nilai nilai akhir persediaan WIP itu sendiri? Jawabannya: umus-rumus ini saling bergantung. Jika HPP dan nilai akhir persediaan sama-sama belum diketahui, kita tidak bisa menggunakan rumus di atas secara langsung.”
Solusinya bagaimana jika HPP dan persediaan akhir belum diketahui? Anda bisa menggunakan data tambahan seperti estimasi unit produksi, data fisik, atau sistem ERP/akuntansi yang mencatat aliran produksi.
Berikut beberapa contoh perhitungan persediaan akhir berdasarkan metode di atas
Berikut contoh perhitungan nilai akhir persediaanr jika hpp sudah diketahui dan belum diketahui
Sebuah toko alat tulis mencatat data keuangan selama bulan Mei sebagai berikut:
Maka, Anda hanya perlu memasukkan setiap nilainya pada rumus persediaan akhir, seperti berikut:
Persediaan Akhir = (Persediaan Awal + Pembelian Bersih) – Harga Pokok Penjualan (HPP) = (Rp30.000.000 + Rp70.000.000) - Rp80.000.000 = Rp20.000.000
Anda bisa menggunakan opsi metode laba kotor seperti di bawah ini 👇
Misalnya, sebuah toko sebuah toko elektronik memiliki data sebagai berikut:
Maka, penyelesaiannya adalah:
📍 Hitung dulu harga pokok barang yang tersedia:
Harga Pokok Barang = Persediaan Awal + Pembelian Bersih = Rp50.000.000 + Rp150.000.000 = Rp200.000.000
📍 Hitung laba kotor berdasarkan persentase laba kotor dari penjualan:
Laba Kotor = Penjualan x Persentase Laba Kotor = Rp250.000.000 x 30% = Rp75.000.000
📍 Hitung Harga Pokok Penjualan (HPP):
HPP = Penjualan – Laba Kotor = Rp250.000.000 – Rp75.000.000 = Rp175.000.000
📍 Akhirnya, kita bisa menghitung persediaan akhir dengan rumus:
Persediaan Akhir = Harga Pokok Barang yang Tersedia – HPP = Rp200.000.000 – Rp175.000.000 = Rp25.000.000
⇒ Jadi, nilai nilai akhir persediaan toko elektronik tersebut pada periode tersebut adalah Rp25.000.000. Dengan metode laba kotor ini, Anda bisa memperkirakan nilai akhir persediaan secara cepat walaupun data HPP belum tersedia secara pasti.
Contohnya, sebuah usaha toko sembako diketahui memiliki data keuangan sebagai berikut:
Berapa total nilai akhir persediaannya? Berikut perhitungannya:
📍 Hitung harga pokok barang yang tersedia
Harga Pokok Barang = Persediaan Awal + Pembelian Bersih = Rp80.000.000 + Rp120.000.000 = Rp200.000.000
📍 Hitung persentase harga pokok terhadap harga eceran
Presentase Harga Pokok = Total Harga Pokok / Total Harga Eceran = Rp200.000.000 / Rp400.000.000 = 50%
📍 Hitung biaya penjualan
Buaya Penjualan = Penjualan Eceran x Persentase Harga Pokok = Rp300.000.000 x 50% = Rp150.000.000
📍 Hitung persediaan akhir
Nilai Akhir Persediaan = Harga Pokok Barang yang Tersedia – Biaya Penjualan = Rp200.000.000 – Rp150.000.000 = Rp50.000.000
👉 Jadi, berdasarkan metode retail, nilai nilai akhir persediaan toko sembako Anda adalah Rp50.000.000. Metode ini cocok digunakan jika toko Anda memiliki sistem penjualan eceran dengan markup yang konsisten.
Misalnya, PT Maju Makmur memproduksi kursi kayu, dan memiliki data berikut untuk bulan Mei:
Maka, nilai akhir persediaannya adalah sebagai berikut:
📍 Hitung persediaan awal WIP
Persediaan Awal WIP = Bahan yang Dibeli – Bahan yang Dipindahkan ke Produksi = Rp40.000.000 – Rp30.000.000 = Rp10.000.000
📍 Hitung biaya produksi
Biaya Produksi = Bahan yang Ditransfer ke Produksi + Tenaga Kerja Langsung + Overhead Pabrik = Rp30.000.000 + Rp15.000.000 + Rp10.000.000 = Rp55.000.000
📍 Hitung persediaan akhir WIP
Persediaan Akhir WIP = (Persediaan Awal WIP + Biaya Produksi) – HPP = (Rp10.000.000 + Rp55.000.000) – Rp55.000.000 = Rp65.000.000 – Rp55.000.000 = Rp10.000.000
👉 Jadi, nilai akhir persediaan barang dalam proses (WIP) PT Maju Makmur adalah Rp10.000.000. Ini mencerminkan nilai kursi-kursi yang masih dalam tahap pengerjaan dan belum selesai diproduksi.
Dalam akuntansi, jurnal penyesuaian nilai akhir persediaan digunakan untuk mencatat nilai persediaan barang dagang yang masih tersisa di akhir periode akuntansi.
Penyesuaian ini dilakukan karena selama periode berjalan, semua pembelian barang dagang biasanya langsung dicatat sebagai beban pembelian. Jika tidak disesuaikan, laporan keuangan akan menampilkan informasi yang keliru, khususnya di laporan laba rugi dan neraca.
Ada dua metode yang digunakan dalam membuat jurnal penyesuaian persediaan ini, yakni metode periodik dan metode perpetual, berikut contoh jurnal penyesuaiannya:
Pada metode periodik, persediaan tidak dicatat secara terus-menerus. Transaksi pembelian langsung masuk ke akun “Pembelian”, dan penyesuaian dilakukan di akhir periode.
Sedangkan pada metode perpetual, semua perubahan dalam persediaan dicatat secara langsung setiap kali terjadi transaksi, baik pembelian maupun penjualan. Oleh karena itu, penyesuaian persediaan hanya dilakukan jika ada selisih fisik (misalnya karena kehilangan, kerusakan, atau kesalahan pencatatan). Maka, jurnalnya adalah:
Mengelola persediaan dan jurnal penyesuaian kini lebih mudah dengan aplikasi pembukuan keuangan Beecloud. Beecloud ini digunakan untuk mencatat transaksi secara otomatis dan memantau stok real-time, sehingga perhitungan nilai akhir persediaan dan HPP jadi cepat dan akurat.
Dilengkapi fitur laporan lengkap dan keamanan data, Beecloud membantu Anda fokus mengembangkan bisnis tanpa ribet. Mulai coba gratis sekarang klik banner di atas sekarang juga!