Write off adalah penghapusan, penghapusan yang merujuk pada penyesuaian akuntansi yang dilakukan ketika suatu aset, seperti piutang atau persediaan, dianggap tidak memiliki nilai ekonomis lagi.
Dalam praktiknya, write off kerap digunakan untuk mencerminkan kondisi riil keuangan perusahaan agar laporan keuangan tetap akurat dan relevan.
Contohnya seperti ini, pelanggan Anda punya utang tapi tidak bisa dibayar dan sudah menumpuk lama. Nah, disinilah write off diperlukan agar tidak membebani neraca dan laba rugi Anda.
Apa itu write off dalam akuntansi? Dalam dunia akuntansi, write off adalah tindakan menghapus sebagian atau seluruh nilai suatu aset dari pembukuan perusahaan karena aset tersebut sudah dianggap tidak memiliki nilai ekonomis atau tidak bisa direalisasikan kembali.
Biasanya, hal ini terjadi ketika piutang tidak tertagih, persediaan rusak, atau aset tetap sudah tidak bisa digunakan lagi. Alih-alih terus mencatat piutang tersebut di neraca, perusahaan memilih untuk melakukan write off agar laporan keuangannya tetap mencerminkan kenyataan yang ada.
Lantas, apa yang dimaksud dengan write off dalam ilmu ekonomi? Sama saja seperti konteks akuntansi. Dalam ilmu ekonomi, write off merujuk pada penghapusan nilai suatu aset atau kewajiban yang dinilai tidak lagi memberikan manfaat ekonomi, baik bagi individu, perusahaan, maupun negara.
Namun, konsep ini tidak hanya terbatas pada catatan akuntansi, tetapi juga mencerminkan keputusan ekonomi yang lebih luas. Misalnya, ketika pemerintah memutuskan untuk menghapus utang pajak atau bank sentral menghapus pinjaman macet demi menjaga stabilitas sistem keuangan dan seterusnya.
Aspek | Write-Off | Write-Back |
---|---|---|
Tujuan | Hapus aset/piutang tak bernilai | Kembalikan nilai yang sempat dihapus |
Dampak | Kurangi aset, tambah beban | Tambah aset, naikkan pendapatan |
Waktu | Saat aset/piutang tak bisa ditagih | Jika ternyata bisa ditagih kembali |
Contoh | Piutang tak tertagih, stok rusak | Pembayaran dari piutang yang dihapus |
Write back dan write off adalah istilah yang saling kontra tapi saling berkaitan, dimana write off adalah penghapusan sedangkan write back adalah pemulihan nilai aset yang sebelumnya sudah dihapus.
Dari sini saja kita tahu jika yang membedakan write back dan write off adalah arah pencatatannya dalam laporan keuangan. Write off mencerminkan pengakuan atas kerugian karena nilai suatu aset tidak dapat direalisasikan, sedangkan write back justru mengakui adanya pemulihan nilai, artinya ada manfaat ekonomi yang kembali bisa diperoleh.
Misalnya, seorang seorang akuntan di sebuah perusahaan memutuskan untuk melakukan write off atas piutang pelanggan sebesar Rp10 juta karena pelanggan tersebut sudah lama tidak melakukan pembayaran dan dinyatakan pailit.
Namun, beberapa bulan kemudian, pelanggan tersebut tiba-tiba melakukan pelunasan sebagian utangnya sebesar Rp4 juta. Nah, pada saat itulah perusahaan melakukan write back sebesar Rp4 juta, karena nilai yang sebelumnya dianggap hilang kini bisa dipulihkan.
BACA JUGA: Contoh Jurnal Penghapusan Piutang Tak Tertagih dan Pengembaliannya
Kenapa dilakukan penghapusan (write off) dalam pembukuan? Bukankah hal tersebut justru membuat perusahaan terlihat rugi? Pertanyaan ini sering muncul, terutama di kalangan pelaku usaha yang belum akrab dengan praktik akuntansi.
Namun sebenarnya, write off memiliki manfaat penting, terutama untuk menjaga akurasi dan kredibilitas laporan keuangan. Apa saja manfaatnya? Berikut diantaranya:
Dengan melakukan write off, perusahaan tidak lagi mencatat aset atau piutang yang sebenarnya sudah tidak memiliki nilai. Ini penting agar laporan keuangan tidak menyesatkan dan lebih mencerminkan kondisi sebenarnya.
Laporan keuangan yang bersih dari aset tidak produktif membuat manajemen lebih mudah dalam menganalisis kinerja dan menyusun strategi bisnis.
Write off adalah bagian dari prinsip kehati-hatian (prudence) dalam akuntansi. Menghapus nilai yang tidak bisa dipulihkan menunjukkan bahwa perusahaan mengikuti standar akuntansi yang berlaku.
Dalam beberapa kasus, write off dapat menjadi beban yang mengurangi laba kena pajak perusahaan. Namun tentu, hal ini tetap harus sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.
Dengan menghapus piutang atau aset yang tidak bernilai, perusahaan tidak lagi membuang waktu dan sumber daya untuk menagih atau mengelola sesuatu yang jelas tidak akan memberikan hasil.
Pada intinya, write off bukanlah sekadar “penghapusan kerugian,” tapi lebih kepada tindakan strategis untuk membersihkan laporan keuangan dari elemen-elemen yang tidak lagi relevan.
Berikut adalah beberapa contoh proses write off dalam akuntansi yang umum ditemukan dalam praktek bisnis.
Write off pajak adalah penghapusan tagihan pajak yang tidak bisa ditagih lagi oleh otoritas pajak, biasanya karena kondisi wajib pajak sudah tidak memungkinkan untuk membayar, seperti bangkrut atau meninggal dunia tanpa ahli waris yang mampu membayar.
Contoh kasusnya:
Seorang pengusaha UMKM yang memiliki tunggakan pajak penghasilan selama 3 tahun terakhir, tiba-tiba meninggal dunia dan meninggalkan usahanya dalam kondisi merugi.
Setelah dilakukan pemeriksaan aset, tidak ditemukan cukup dana atau harta warisan untuk melunasi utang pajak tersebut. Maka, Direktorat Jenderal Pajak bisa mengajukan permohonan write off atas piutang pajak tersebut, sesuai peraturan yang berlaku.
Kemudian ada penghapusan piutang, write off piutang adalah penghapusan tagihan kepada pelanggan atau pihak lain karena dinilai tidak dapat ditagih, biasanya setelah berbagai upaya penagihan gagal dilakukan.
Contoh kasus:
Perusahaan dagang “Sinar Abadi” memiliki piutang sebesar Rp15 juta dari pelanggan bernama PT Maju Jaya.
Setelah 2 tahun tidak ada pembayaran dan pelanggan tidak bisa dihubungi, bahkan alamat kantor sudah tutup, maka manajemen memutuskan untuk melakukan write off atas piutang tak tertagih tersebut. Penghapusan ini dicatat sebagai kerugian piutang dalam laporan laba rugi.
BACA JUGA: Pengertian Piutang Tak Tertagih, Contoh dan Cara Mencegahnya
Selanjutnya, write off aset adalah penghapusan nilai buku dari aset tetap yang sudah tidak digunakan lagi atau rusak berat, sehingga tidak dapat memberikan manfaat ekonomi bagi perusahaan.
Misalnya:
Sebuah pabrik memiliki mesin produksi yang dibeli 7 tahun lalu. Pada tahun ke-8, mesin mengalami kerusakan fatal dan tidak bisa diperbaiki lagi.
Karena nilai sisa buku mesin tersebut masih Rp10 juta, perusahaan memutuskan untuk melakukan write off agar tidak lagi mencatat aset yang tidak berfungsi. Nilai Rp10 juta tersebut dihapuskan dari laporan neraca, dan dicatat sebagai beban kerugian.
Terakhir ada write off bank, write off bank adalah proses penghapusan pinjaman macet atau kredit bermasalah dari pembukuan bank, setelah dinilai tidak mungkin tertagih dan melewati proses penyisihan (provisioning).
Contohnya:
Seorang nasabah bank gagal membayar cicilan kredit selama lebih dari 1 tahun dan tidak kooperatif saat dilakukan penagihan. Setelah dinilai secara menyeluruh, bank menyatakan kredit ini sebagai non-performing loan (NPL) dan melakukan write off sebesar Rp100 juta.
Meski sudah dihapus dari pembukuan sebagai aset, bank masih memiliki hak untuk menagih utang tersebut di kemudian hari jika memungkinkan.
Proses write off atau penghapusan ini tidak bisa dilakukan seenaknya, karena menyangkut keakuratan laporan keuangan dan kepatuhan terhadap prinsip akuntansi.
Oleh karena itu, ada dua metode yang biasa digunakan untuk mencatat write off, yakni metode langsung dan metode pencadangan. bagaimana prosesnya?
Direct write off method adalah metode write off yang dilakukan dengan langsung menghapus piutang saat dianggap tidak tertagih, tanpa membuat cadangan terlebih dahulu. Cocok digunakan oleh usaha kecil yang pencatatan keuangannya masih sederhana.
Pembukuannya dilakukan dengan mendebitkan akun beban kerugian piutang dan mengkreditkan piutang usaha, seperti di bawah ini!
Meskipun terlihat lebih sederhana dan praktis, namun cara ini dinilai kurang sesuai dengan prinsip matching dalam akuntansi, karena beban diakui tidak pada periode saat penjualan terjadi.
Berbeda dengan metode langsung, metode pencadangan mengantisipasi potensi kerugian piutang di masa depan dengan membuat cadangan kerugian piutang terlebih dahulu.
Metode ini dianggap lebih akurat dan sesuai standar akuntansi yang berlaku umum.
Caranya bagaimana?
Jurnal saat membentuk cadangan dan saat write off dilakukan:
Jurnal Penghapusan Piutang Tak Tertagih Metode Pencadangan Atau Penyisihan (Credit: bee.id)
Mengelola piutang tak tertagih kini menjadi lebih mudah dan terstruktur dengan aplikasi pembukuan keuangan Beecloud, aplikasi pembukuan keuangan berbasis cloud yang dirancang untuk membantu pebisnis dalam mencatat dan mengelola keuangan secara efisien.
Beecloud menyediakan fitur khusus untuk mencatat beban kerugian piutang yang tak tertagih, sesuai dengan prinsip akuntansi write-off. Prosesnya melibatkan pembuatan Nota Potong Penjualan untuk menghapus piutang yang tidak tertagih, yang kemudian secara otomatis tercatat sebagai beban kerugian dalam laporan laba rugi perusahaan.
Dengan fitur ini, Anda dapat memastikan bahwa laporan keuangan mencerminkan kondisi keuangan yang sebenarnya, pengen tau apa saja fitur lainnya? Klik banner di atas dan dapatkan gratis uji coba sekarang juga!